Beranda | Artikel
Tak Ada yang Spesial Darinya
Senin, 21 Februari 2022

Hari Valentine

Hari kasih sayang” begitulah sebagian orang menjuluki suatu hari di pertengahan Bulan Februari ini. Momen yang dianggap sebagai simbol pengakuan dan pembuktian cinta bagi sebagian masyarakat kita, termasuk kaum muslimin di hari ini. Tak bisa dipungkiri, bagaimanapun mereka menyebut hari tersebut, nyatanya kerusakan demi kerusakan terjadi setiap hari ini datang. Perzinaan merajalela dan banyak perempuan kehilangan kesuciannya atas nama cinta palsu.

Dilihat dari sejarahnya, Hari Valentine tidak lepas dari pengkultusan kepada seorang pendeta Romawi yang bernama St. Valentine (wafat 269 M atau sumber lain mengatakan 270 M). Penetapan tanggal 14 Februari juga berkaitan dengan upacara kesyirikan yang dilakukan oleh masyarakat Romawi sebelum agama nasrani masuk, yaitu Upacara Lupercalia (Ritual Kesuburan), serta keyakinan bahwa burung-burung kawin pada tanggal tersebut (Everyman’s Encyclopedia, volume XII, hal 388).

Melihat sejarah dan kemungkaran yang terus terjadi, lantas masih pantaskah kita sebagai umat muslim menyebut ia dengan “hari kasih sayang”? Bolehkah kita sekedar menebar kasih sayang di hari ini tanpa mengikuti kemungkaran yang terjadi? Bolehkah jika hanya dengan ucapan dan hadiah? Toh islam kan agama yang penuh dengan kasih sayang?!

Islam Agama yang Sempurna

Sebelum kita bahas lebih lanjut, perlu kita ingat bersama bahwa islam adalah agama yang mulia dan sempurna. Tidaklah seseorang dikatakan beriman sampai ia meyakini perkara ini di dalam hatinya dan mewujudkannya dalam perbuatannya sehari-hari. Seorang muslim harus yakin bahwa segala jalan kebaikan yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan di dunia ini telah dijelaskan oleh Allah Ta’ala melalui dakwah rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Taala menjelaskan tentang kesempurnaan islam dalam ayatnya yang berbunyi:

 

“…Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agama bagimu…” 
(Q.S. Al-Maidah: 3)

 

Sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, semua hal yang halal dan yang haram telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga kewajiban kita adalah mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya tanpa perlu menimbang-nimbangnya dengan akal logika kita. Maka wajib bagi kita untuk mempelajari agama ini dan mengembalikan setiap perkara yang kita hadapi kepada Al-Quran dan Hadits sesuai dengan pemahaman para ulama yang merupakan pewaris para Nabi ‘alaihsissholatu wassalam.

 

“Kan hanya sekedar memeriahkan, tanpa bermaksud melakukan kesyirikan”

 

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah, beliau menjumpai masyarakat Madinah merayakan hari raya Nairuz dan Mihrajan. Hari raya ini merupakan hari raya yang diimpor dari orang Persia yang beragama Majusi. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, beliau bersabda,

 

“Saya mendatangi kalian (di Madinah), sementara kalian memiliki dua hari yang kalian gunakan untuk bermain di masa jahiliyah. Padahal Allah telah memberikan ganti dua hari yang lebih baik untuk kalian: Idul Qurban dan Idul Fitri”. 
(H.R. Ahmad, Abu Daud, Nasai, dan dishahihkan Syaikh Ali Al-Halabi)

 

Mari kita simak dengan seksama hadits di atas. Penduduk Madinah, merayakan Nairuz dan Mihrajan bukan dengan mengikuti ritual orang Majusi. Mereka merayakan dua hari raya itu murni dengan main-main, saling memberi hadiah, saling berkunjung, dst. Meskipun demikian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap melarang mereka untuk merayakannya, menjadikannya sebagai hari libur, atau turut memeriahkan dengan berbagai kegembiraan dan permainan. Sekali lagi, meskipun sama sekali tidak ada unsur ritual atau peribadatan orang kafir. Maka selalu kita ingat bahwa memeriahkan hari raya orang kafir, apapun bentuknya, meskipun hanya dengan main-main, hukumnya terlarang.

 

Oleh karena itu, meskipun di malam valentine’s sekaligus siang harinya, sama sekali Anda tidak melakukan ritual kesyirikan, meskipun Anda hanya membagi coklat dan hadiah lainnya, apapun alasannya, Anda tetap dianggap turut memeriahkan budaya orang kafir, yang dilarang berdasarkan hadits di atas.

 

Memeriahkan Valentine = Meniru kebiasaan orang kafir (tidak mengingkarinya)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan ancaman yang sangat keras, bagi orang yang meniru kebiasaan orang kafir. Dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

Siapa yang meniru suatu kaum maka dia bagian dari kaum tersebut.
(H.R. Abu Daud dan dishahihkan Syaikh Al-Albani).

 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

“Hadis ini, kondisi minimalnya menunjukkan haramnya meniru kebiasaan orang kafir. Meskipun zahir (makna tekstual) hadis menunjukkan kufurnya orang yang meniru kebiasaan orang kafir. Sebagaiman firman Allah Ta’ala yang artinya, ‘Siapa di antara kalian yang memberikan loyalitas kepada mereka (orang kafir itu), maka dia termasuk bagian orang kafir itu’. (Q.S. Al-Maidah: 51).” (Iqtidha’ Shirathal Mustaqim, 1:214)

 

Pada hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan tujuan meniru kebiasaan orang kafir itu. Beliau juga tidak memberikan batasan bahwa meniru yang dilarang adalah meniru dalam urusan keagamaan atau mengikuti ritual mereka. Sama sekali tidak ada dalam hadis di atas. Karena itu, hadits ini berlaku umum, bahwa semua sikap yang menjadi tradisi orang kafir, maka wajib ditinggalkan dan tidak boleh ditiru.

 

Kasih Sayang dalam Islam itu Sepanjang Masa

Memberikan coklat, bunga, dan hadiah apapun kepada pasangan sah itu adalah sesuatu yang baik dan disukai dalam islam, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk saling memberi hadiah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

Salinglah memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai.”
 (H.R. Bukhari)

 

Hadits di atas tidak membenarkan bahwa kita boleh memberikan hadiah kepada pacar atau pasangan yang belum sah untuk mendapatkan cintanya, karena setiap amalan itu tergantung dengan niatnya dan boleh jadi amalan yang asalnya halal berubah menjadi haram jika diniatkan untuk sesuatu yang haram. Contoh dalam hal ini adalah memberikan bunga kepada pacar, meskipun hukum asal memberikan bunga kepada orang lain adalah halal atau bahkan disukai, namun ketika diberikan dalam rangka pacaran maka hukum memberikan bunga tersebut bisa berubah menjadi haram, karena bermesraan sebelum pernikahan tidak dibenarkan dalam islam. Terlebih lagi jika diniatkan untuk merayakan hari valentine.

 

Maka, silakan untuk memberikan hadiah kepada orang yang kita cintai kapanpun dan dimanapun, tentunya dengan niat dan cara yang benar agar memperkuat cinta orang yang kita sayangi dan mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala. Kita tidak perlu menunggu datangnya Hari Valentine untuk menunjukkan kasih sayang kita kepada orang yang disayangi karena konsep kasih sayang dalam agama islam itu berlaku sepanjang waktu tanpa perlu menunggu momentum tertentu. Semoga Allah memberikan kita kemudahan untuk menyikapi hari ini dengan biasa saja dan menebar kasih sayang kepada sesama di setiap detik demi detik kehidupan kita.

 

Wallahu A’lam. Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammadin wa ‘alaa aalihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin.

 

Ditulis oleh Rafi Pohan (Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)

Dimurajaah oleh Ustaz Abu Salman, B.I.S.


Artikel asli: https://buletin.muslim.or.id/tak-ada-yang-spesial-darinya/